Aku tak bisa
berkata indah. Aku akan jadi diriku sendiri buat membalas sajak sajak mu.
Kalau kamu
khawatir tentang aku, aku ucapkan terimakasih atas nya. Tapi bukan aku tidak
ingin dikhawatirkan. Aku suka saat ada yang peduli dg sangat terhadapku. Aku
masih tidak paham maksud kekhawatiran mu. Aku coba memaknai sajak yang kamu
kirimkan. Kutimang, ku-bianglala-kan, kuajak bermain detektif dan penjahat. Barangkali
bukan penjahat, mungkin hanya sosok biasa tanpa intensi jahat. Tampangnya saja
yang jahat. Perihal tampang itu relative, atau hanya aku yang menganggapnya
jahat? Apakah aku bisa jadi detektif kalau melihat sesuatu se simple ini saja
sudah subjektif. Tapi dalam lakon ini aku jadi detektifnya. Aku harus melanjutkannya
sampai selesai
Aku mendapat petunjuk dari sajak sajak mu.
Lucu, Ternyata Bagian paling Klise malah menjadi petunjuk yang menyadarkan ku
“daripada kita saling menyakiti”
Ternyata selama
ini Aku tak sadar telah menyakiti mu. Telah membuat mu merasa Aku tidak bahagia
ada di sisimu. Telah memberian celah di kepalamu untuk berpikir "aku hanya menyakitinya saja, lambat
laun dia akan hilang bersama bekas luka nya". Kekalahan mutlak
untukku, Detektif (1) – (0) Raditya.
Kamu tau kalimat
pamungkas dari sastrawan terkenal? Penanya sudah menorehkan catatan di lembah
sejarah manusia. Setidaknya manusia Indonesia.
“Kita abadi, yang fana itu waktu”
Aku mencoba
memaknai nya. Menyambung nyambungkannya dengan memori dan peristiwa yang masih
menggumpal terjelimat. Tak akan kelar kalau aku mencoba menguraikan semua
benangnya satu persatu. Bertemu denganmu aku sadar. Aku bisa memilih satu
benang untuk diikuti, meluruskannya… Sebelum bisa menguraikan yang lainnya.Sama
seperti perasaan yang kumiliki untukmu.
Kamu bilang
perasaanmu terasa campur aduk saat melihat ku. Barangkali aku menarik benang
Nya terlalu kencang. Tanpa menuntaskan semua simpul yang masih terikat dengan
benangnya. Membuat ikatan yang ada pada benang itu semakin rumit
Benang yang
tadinya kuharap bisa kulingkarkan di tanganmu kalau kuikatkan sekarang mungkin
jadi seperti gantungan kunci dari benang seharga 2000 an. Tapi bukan motif
Spiderman ataupun kucing dengan raut muka fak
men. Ia hanya menggantung kesana kesini. Merubah aromanya menjadi bawang
saat kamu memasak. Yang mungkin saja menghilang saat tanganmu menyentuh asam
sulfonat
Tidak indah,
Tidak praktis, Tidak memudahkan
Kamu melepasnya…
Kamu takut
gumpalan benang itu akan kotor dan terkoyak nantinya
"Aku tidak ingin benang yang sudah kau
luruskan dan kau lingkarkan di tanganku ini menjadi jelek dan berdebu"
Bukankah untuk
itu aku melingkarkan nya di tanganmu? Barangkali aku tidak jelas saat
memberikan nya padamu.
Gelang itu untukmu
Mungkin tidak seindah
bunga mawar ataupun semewah jam tangan
Tidak bisa juga
membantumu menghilangkan rasa dahaga setiap saat
Mungkin tidak
pantas menyebut itu gelang
Itu hanyalah
untaian benang
Yang mungkin
menurutmu terlalu indah untuk dibawa bersamamu
Memang untaian
benang itu dariku
Kamu tidak ingin
mengotorinya karena itu pemberian dariku
Bahkan wajan
berbokong hitam pun mentertawaiku
Ia bahkan
memanggil kawanannya untuk ikut mencemoohku
"yee kasian lu"
" Udah jelek, gak guna pula"
"Mending gausah hidup aja"
Spatula
telanjang ,Baju sobek sobek, paku bengkok, Aku benci mereka
Tapi mungkin
mereka mengatakan kebenaran
Atau mungkin Aku
hanya mengigau saja
Apa yang
kupikirkan…
Tidak akan
sampai ke telinga
Ini cuman
gumaman
Secepat apapun
kusampaikan akan selalu terlambat
Mungkin dalam
4x280 s baru bisa sampai kepadamu
Apakah aku
terlambat lagi?
Apakah aku
selalu ditakdirkan untuk terlambat?
Atau sedari awal
aku sudah di cap sebagai orang yang terlambat
Sayang…
Pakai untaian
benang itu
Sebut saja itu
gelang
Lingkarkan di
tanganmu
Agar ia bisa
membersamaimu
Mungkin kamu
tidak tahu
Benang yang
kutarik itu, tidak semata mata melingkar
dipergelangan tangan mu
Ia akan
menyampaikan suaraku tanpa perlu menunggu 4x280 s
Aku mencintaimu